MAKALAH
SANAD
DAN MATAN HADITS
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulum al-hadits
Dosen pengampu : Muhammad Mahsun, M.A

Disusun Oleh :
1.
Yurotun (1606016018)
2.
Silvi Ayu Oktaviani (1606016019)
3.
Reyhan saadi (1606016034)
4.
Muhammad Syarif Hidayatullah (1606016041)
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN
WALISONGO SEMARANG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiapa
manusia muslim yang ada di muka bumi ini sebelumnya harus sepakat bahwa
kyai/guru /ulama kita hanya satu yaitu Nabi Muhammad saw. Setiap ibadah yang
kita lakukan sejatinya harus sama seperti apa yang diperintahkan Allah swt,
ibadah yang dimaksud disini adalah ibadah yang sesuai dengan contoh yang telah
diajarkan serta yang dilakukanoleh Nabi
Muhammad saw dan di ikuti oleh para sahabat dan tabi’in jadi tidak ada yang
boleh menambah atau menguranginya.
Untuk
mengetahui bagaimana ibadah yang dilakukan Rasulullah agar kita tidak menjadi
pengikut buta, tentunya kita semua akan merujuk pada hadits Nabi Muhammad saw.Banyak
ulama yang berbeda pendapat dalam perumusan hadits, mereka sama-sama
mempublikasikan hadits walaupun isinya berbeda satu dengan yang lain. Agar kita tidak keliru dalam beribadah dan ibadah
kita sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tentunya kita harusmelihat
sanad serta matan dari hadits tersebut, sehingga dari
berbagai hadits yang di publikasikan kita bisa memilih mana yang sahih, hasan
dan dho’if
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
sanad dan matan ?
2. Bagaimana cara
penentuan kualitas hadits ?
3. Apa penyebab
terjadinya perbedaan matan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SANAD DAN MATAN
1.
Pengertian Sanad
Sanad dari segi bahasa artinya sandaran, tempat, bersandar, yang menjadi
sandaran. Hadits Nabi yang diterima oleh para sahabat adakalanya sebagai perawi
pertama, adakalanya diterima secara langsung dan ada pula melalui sahabat yang
lain dengan cara mendengar, mendikte atau melihat secaraa praktis
Para
ahli memahami pengertian sanad dengan
berbagai arti antara lain menurut Badrul Ibnu Jama’ah dan At-Tubiy, yakni :
السند: الا خبا ر عن طر يق المتن
“pemberitaan tentang jalan yang sampai pada matan” (M.Hasbi, 1967: 190)
Menurut Ibnu Jama’ah, sanad
adakalanya diartikan (i) puncak lereng-lereng bukit, karena orang yang
menerangkan sanad itu mengangkat
sanadnya kepada yang mengatakannya; (ii) atau dari perkataan dari si anu itu,
yakni orang yang di pegang perkataannya. (M. Hasbi, 1967: 190). Sedangkan
menurut Syuhudi (1988: 8), yang dimaksud sanad
hadits ialah penjelasan tentang jalan
(rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita kepada materi hadits. Dalam hal
ini termasuk juga para perawi (ruwat) hadits.
Orang yang telah menerima hadits dari seorang periwayat, tetapi dia
tidak menyampaikan hadits itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut
sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadits. Sekiranya orang tersebut
menyampaikan hadits yang telah diterimanya kepada orang lain, tetapi ketika
menyampaikan hadits itu dia tidak menyebutkan rangkaian para periwayatnya, maka
orang tersebut juga tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah
meriwayatkan hadits (Syuhudi, 1988: 21)
Dengan demikian, dalam meriwayatkan sebuah hadits haruslah terpenuhi 3
unsur, yakni :
1.
Kegiatan menerima hadits dari periwayat hadits
2.
Kegiatan menyampaikan hadits itu kepada orang lain
3.
Ketika hadits itu disampaikan susunan rangkaian
periwayatan tersebut
Orang yang melakukan
periwayatan hadits dinamai al-rawiy (periwayat),
apa yang diriwayatkan dinamai al-marwiy,
susunan rangkaian para perawinya dinamai sanad
atau isnad dan kalimat yang
disebutkan sebuah sanaddinamai matan(subhi,
1978: 107)
Kegiatan yang berkenaan
dengan suatu hal penerimaan dan penyampaian hadits disebut dengan al-tahammul wa ada al-hadits. Dengan
demikian ,seseorang barulah dapat dinyatakan sebagai periwayat hadits, apabila
orang itu telah melakukan al-tahammul wa
ada al-hadits dan hadits yang disampaikannya lengkap berisi sanad dan matan.
Pembahasan tentang sanad meliputi :
·
Segi persambungan sanad
(ittisal sanad)
·
Segi kepercayaan sanad
(stiqat al-sanad)
·
Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz)
·
Keselamatan dari cacat (‘illat)
·
Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad
2. Pengertian
Matan
Matan dalam bahasa arab berarti tanah
yang tinggi (الأرضمنوارتفعصلبما). Sedangkan menurut istilah
ألفاظ الحديث
التى تتقوم بها المعاني
“Lafal-lafal hadits yang mengandung makna-makna tertentu”
Pembahasan mengenai matan meliputisegi kesahihan dan kedhoifannya, hal tersebut
bisa dilihat dari makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Qur’an, atau
selamatnya dari :
Ø
Kejanggalan redaksi (rakaat al-faz)
Ø
Cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al-ma’na),
karena bertentangan dengan akal dan panca indra atau dengan kandungan dan makna
Al-Qur’an atau dengan makna sejarah
Ø
Kata-kata asing (gharib) yaitu kata-kata yang tidak
bisa di pahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal
Dari hasil
penelusuran penulis terhadap karya-karya Rahman (Islamic Methodology in History dan Islam), banyak sinyal-sinyal
yang mengarah pada persoalan persyaratan-pesyaratan hadits yang harus
benarbenar bersumber dari Nabi (sahih) antara lain;
Ø Matan hadits tidak bersifat spesifik (khas)
Ø Matan hadist bukan pengecualian
Ø Matan hadist tidak bersifat prediksi baik lasung maupun tidak lasung
Ø Matan hadits relevan dengan Al-Qur’an
Ø Matan hadist tidak mengandung sifat politis dan hokum
Ø Matan hadist bersifat situasional atau bersifat historis
Ø Matan hadits dapat didaptasikan (sunnah ideal) atau tidak bersifat kaku
B.
PENENTUAN KUALITAS HADITS
Untuk mengukur sebuah kualitas sebuah hadits yang kredibel, maka akan
dimunculkan pula pertanyaan-pertanyaan seperti, kapan, di mana dan siapa yang
menemukan hadits tersebut. Lontaran pertanyaan-pertanyaan ini adalah tertuju
pada persoalan sanad hadits, yakni
menyangkut :
·
Orang yang melakukan periwayatan hadits (ar-rawiy), yaitu dituntun harus
mempunyai persyaratan-persyaratan diterimanya sebuah riwayat (hadits), seperti
dikatakan sebagian ahli hadits, harus mempunyai akal yang sehat, kuat
hafalannya, bersikap adil dan beragama islam (subhi, 1959: 126). Sebaliknya
jika seorang perowi tidak terpenuhi sebagian syarat atau seluruhnya maka akan
tertolak riwayatnya, dan tidakterpakai haditsnya, karena itu ulama hadits
membuat metode sebuah ilmu yang disebut ilmu al-jarh wa al-ta’dil
·
Bagi seorang periwayat (al-marwiy) secara estafet
telah melakukan kegiatan periwayatan hadits melalui jalur tunggal atau jama’ah
yang pada setiap tingkatan telah melakukan kontak secara langsung atau tidak
langsung dengan dibuktikan melalui jalur edukasi dan pembelajaran. Ini
dilakukan untuk menghindari tuduhan-tuduhan pemalsuan dari segi sanad atau periwayat hadits.
·
Seorang perawi sangat lazim bisa diketahui tentang
tanggal lahir dan wafatnya. Hal ini supaya diketahui apakah sanad hadits tersambung atau terputus
dengan para perawi sebelum maupun sesudanya. Jadi seorang perawi yang mengaku
telah mendengar hadits dari seorang
perawi sebelumnya, maka tidak dapat ditolak periwayatannya, kecuali apabila
perawi tersebut tidak dapat diketahui (majhul)
tanggal lahiran dan wafatnya.
Sebagaimana
dikatakan Sufyan as-Sauriy dalam kitab muqadimah
ibnu salah (1973: 343), sebagai berikut:
قا ل سفيا ن ا لثو ر ي: لما استعمل الر و ا ة ا لحذ ب ا ستعملنا لهم
التا ر يخ
Dari sufyan as-sauriy berkata: ketika para perawi
telah melakukan dusta, maka kami pun mempergunakan kajian sejarah untuk mereka
Didasarkan pada hipotesis Schacht dan kawan-kawan , bahwa isnad cenderung tumbuh kebelakang (backwards projection). Artinya, semakin
kebelakang semakin sempurna dan panjang jalur isnadnya, Schacht (1967:
163).Semakin kebawah suatu rantai periwayatan, jumlah periwayat semakin
meningkat dandaerahnya semakin meluas hingga ke provinsi yang terpencac-pencar.
Sistem
sanad atau isnad baru muncul pertama kali pada masa hidup Nabi saw, dan telah
berkembang menjadi ilmu yang mapan pada akhir abad pertama hijriah (A’zami,
1985: 154).
Biasanya, para perawi dalam
menginformasikan kepada teman-teman mereka, mereka mengunakan kalimat-kalimat
seperti “Nabi saw telah melakukan ini dan ini.” (كا ن
النبي صلي الله عليه وسلم...) atau “Nabi saw telah mengatakan
begini dan begini.” (قا ل النبي صلي الله عليه وسلم...). sudah biasa juga bahwa siapa
saja yang mendapatkan informasi pada tahab kedua, ketika melaporkan kejadian
itu kepada orang ketiga, dan menyampaikan sumber-sumber informasinya dan
memberikan cerita lengkap.
Suatu
hal perlu diketahui adalah bahwa ualama tidak mempermasalahkan sanad hadits baik secara konsepsional
maupun metodelogis. Sistem sanad
dalam periwayatan hadits adalah sebuah ilmu,
C.
PERBEDAAN KANDUNGAN MATAN
Jika secara
menyakinkan matan hidits bersumber
kepada Nabi Muhammad saw, maka penelitian terhadap matan tidak diperlukan lagi, demikian juga sanad hadits. Kenyataannya, seluruh matan haditsyang sampai pada umat Islam saat ini berkaitan ert
dengan sanad-nya, sedangkan keadaan sanad itu sendiri masih diperlukan
penelitian secara cermat, oleh karena itu keadaan matan perlu dilakukan penelitian.
Perlunya
keadaan matan hadits tidak hanya
karena keadaan matan tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh sanad saja,
tetapi juga karena dalam periwayatan matan
hadits dikenal periwayatan secara maknawi (riwayah bi al-ma’na).
Beberapa
rumusan yang dikemukakan ulama hadits sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang
sigmifikan, sebab poin-poin yang dikemukakan oleh Adlabi misalnya, juga dapat
merangkum poin-poin yang dikemukakan oleh al-Hasjim Abbas dan M. Syuhudi.
Oleh karena
itu, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong ulama melakukan kegiatan
penelitian matan hadits, yaitu :
1. Munculnya
pemalsuan hadits
2. Terjadinya
periwayatan secara makna
3.
Tedak berkorelasinya kesahihan sanad dengan kesahihan matan
BAB
III
KESIMPULAN
Sanad dari segi bahasa artinya sandaran, tempat, bersandar, yang menjadi
sandaran, sedangkan matan dalam bahasa arab berarti tanah yang tinggi.
Para ahli juga mengartikan sanadsebagai
pemberitaan jalan yang sampai pada matan. Para sahabat adalanya menerima hadits
secara langsung dan ada pula melalui sahabat yang laindengan cara mendengar,
mendikte atau melihat secaraa praktis
Untuk mengukur kualitas sebuah hadits maka biasanya akan di lontarkan
pertanyaan-pertantaan seperti, kapan, dimana, dan siapa yang menemukan hadits
tersebut, pertanyaan-pertanyaan tersebut
tertuju pada persoalan sanad hadits. Semakin bawah suatu rantai
periwayatan semakin meningkat daerahnya
Rumusan
yang dikemukakan oleh ulama hadist sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang
sigmifikan.Selain itu ada beberapa faktor yang mendorong ulama melakukan
kegiatan penelitian hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah
Iddris, 2012, Hadits-Hadits PREDIKTIF
&TEKNIS, Semarang: PUSTAKA RIZKI PUTRA
Muhammad Syuhudi
Ismail, 1995, KAEDAH KESAHIHAN SANAD
HADIS, Jakarta: PT Bulan Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar