Minggu, 04 Juni 2017

ULUMUL QUR'AN: SANAD Dan MATAN



MAKALAH
SANAD DAN MATAN HADITS
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulum al-hadits
Dosen pengampu : Muhammad Mahsun, M.A


Disusun Oleh :
1.      Yurotun                                            (1606016018)
2.      Silvi Ayu Oktaviani                          (1606016019)
3.      Reyhan saadi                                    (1606016034)
4.      Muhammad Syarif Hidayatullah      (1606016041)


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN WALISONGO SEMARANG
2016
                                                                      BAB I                                                  
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiapa manusia muslim yang ada di muka bumi ini sebelumnya harus sepakat bahwa kyai/guru /ulama kita hanya satu yaitu Nabi Muhammad saw. Setiap ibadah yang kita lakukan sejatinya harus sama seperti apa yang diperintahkan Allah swt, ibadah yang dimaksud disini adalah ibadah yang sesuai dengan contoh yang telah diajarkan serta yang dilakukanoleh  Nabi Muhammad saw dan di ikuti oleh para sahabat dan tabi’in jadi tidak ada yang boleh menambah atau menguranginya.
Untuk mengetahui bagaimana ibadah yang dilakukan Rasulullah agar kita tidak menjadi pengikut buta, tentunya kita semua akan merujuk pada hadits Nabi Muhammad saw.Banyak ulama yang berbeda pendapat dalam perumusan hadits, mereka sama-sama mempublikasikan hadits walaupun isinya berbeda satu dengan yang lain. Agar  kita tidak keliru dalam beribadah dan ibadah kita sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tentunya kita harusmelihat sanad  serta  matan dari hadits tersebut, sehingga dari berbagai hadits yang di publikasikan kita bisa memilih mana yang sahih, hasan dan dho’if

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sanad dan matan ?
2.      Bagaimana cara penentuan kualitas hadits ?
3.      Apa penyebab terjadinya perbedaan matan ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN SANAD DAN MATAN

1.      Pengertian Sanad
Sanad dari segi  bahasa artinya  sandaran, tempat, bersandar, yang menjadi sandaran. Hadits Nabi yang diterima oleh para sahabat adakalanya sebagai perawi pertama, adakalanya diterima secara langsung dan ada pula melalui sahabat yang lain dengan cara mendengar, mendikte atau melihat secaraa praktis
Para ahli memahami pengertian sanad dengan berbagai arti antara lain menurut Badrul Ibnu Jama’ah dan At-Tubiy, yakni :
                                                                                                السند: الا خبا ر عن طر يق المتن
“pemberitaan tentang jalan yang sampai pada matan” (M.Hasbi, 1967: 190)
Menurut Ibnu Jama’ah, sanad adakalanya diartikan (i) puncak lereng-lereng bukit, karena orang yang menerangkan sanad itu mengangkat sanadnya kepada yang mengatakannya; (ii) atau dari perkataan dari si anu itu, yakni orang yang di pegang perkataannya. (M. Hasbi, 1967: 190). Sedangkan menurut Syuhudi (1988: 8), yang dimaksud sanad hadits ialah penjelasan  tentang jalan (rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita kepada materi hadits. Dalam hal ini termasuk juga para perawi (ruwat) hadits.
Orang yang telah menerima hadits dari seorang periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan hadits itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadits. Sekiranya orang tersebut menyampaikan hadits yang telah diterimanya kepada orang lain, tetapi ketika menyampaikan hadits itu dia tidak menyebutkan rangkaian para periwayatnya, maka orang tersebut juga tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah meriwayatkan hadits (Syuhudi, 1988: 21)
Dengan demikian, dalam meriwayatkan sebuah hadits haruslah terpenuhi 3 unsur, yakni :
1.      Kegiatan menerima hadits dari periwayat hadits
2.      Kegiatan menyampaikan hadits itu kepada orang lain
3.      Ketika hadits itu disampaikan susunan rangkaian periwayatan tersebut
Orang yang melakukan periwayatan hadits dinamai al-rawiy (periwayat), apa yang diriwayatkan dinamai al-marwiy, susunan rangkaian para perawinya dinamai sanad atau isnad dan kalimat yang disebutkan sebuah sanaddinamai  matan(subhi, 1978: 107)
Kegiatan yang berkenaan dengan suatu hal penerimaan dan penyampaian hadits disebut dengan al-tahammul wa ada al-hadits. Dengan demikian ,seseorang barulah dapat dinyatakan sebagai periwayat hadits, apabila orang itu telah melakukan al-tahammul wa ada al-hadits dan hadits yang disampaikannya lengkap berisi sanad dan matan.
Pembahasan tentang sanad meliputi :
·         Segi persambungan sanad  (ittisal sanad)
·         Segi kepercayaan sanad (stiqat al-sanad)
·         Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz)
·         Keselamatan dari cacat (‘illat)
·         Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad

2.      Pengertian Matan
Matan  dalam bahasa arab berarti tanah yang tinggi (الأرضمنوارتفعصلبما). Sedangkan menurut istilah
            ألفاظ الحديث التى تتقوم بها المعاني
“Lafal-lafal hadits yang mengandung makna-makna tertentu”
Pembahasan mengenai matan  meliputisegi kesahihan dan kedhoifannya, hal tersebut bisa dilihat dari makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Qur’an, atau selamatnya dari :
Ø  Kejanggalan redaksi (rakaat al-faz)
Ø  Cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al-ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indra atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an atau dengan makna sejarah
Ø  Kata-kata asing (gharib) yaitu kata-kata yang tidak bisa di pahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal
Dari hasil penelusuran penulis terhadap karya-karya Rahman (Islamic Methodology in History dan Islam), banyak sinyal-sinyal yang mengarah pada persoalan persyaratan-pesyaratan hadits yang harus benarbenar bersumber dari Nabi (sahih) antara lain;
Ø  Matan hadits tidak bersifat spesifik (khas)
Ø  Matan  hadist bukan pengecualian
Ø  Matan hadist tidak bersifat prediksi baik lasung maupun tidak lasung
Ø  Matan hadits relevan dengan Al-Qur’an
Ø  Matan hadist tidak mengandung sifat politis dan hokum
Ø  Matan hadist bersifat situasional atau bersifat historis
Ø  Matan hadits dapat didaptasikan (sunnah ideal) atau tidak bersifat kaku



B.     PENENTUAN KUALITAS HADITS

Untuk mengukur sebuah kualitas sebuah hadits yang kredibel, maka akan dimunculkan pula pertanyaan-pertanyaan seperti, kapan, di mana dan siapa yang menemukan hadits tersebut. Lontaran pertanyaan-pertanyaan ini adalah tertuju pada persoalan sanad hadits, yakni menyangkut :

·         Orang yang melakukan periwayatan hadits (ar-rawiy), yaitu dituntun harus mempunyai persyaratan-persyaratan diterimanya sebuah riwayat (hadits), seperti dikatakan sebagian ahli hadits, harus mempunyai akal yang sehat, kuat hafalannya, bersikap adil dan beragama islam (subhi, 1959: 126). Sebaliknya jika seorang perowi tidak terpenuhi sebagian syarat atau seluruhnya maka akan tertolak riwayatnya, dan tidakterpakai haditsnya, karena itu ulama hadits membuat metode sebuah ilmu yang disebut ilmu al-jarh wa al-ta’dil
·         Bagi seorang periwayat (al-marwiy) secara estafet telah melakukan kegiatan periwayatan hadits melalui jalur tunggal atau jama’ah yang pada setiap tingkatan telah melakukan kontak secara langsung atau tidak langsung dengan dibuktikan melalui jalur edukasi dan pembelajaran. Ini dilakukan untuk menghindari tuduhan-tuduhan pemalsuan dari segi sanad atau periwayat hadits.
·         Seorang perawi sangat lazim bisa diketahui tentang tanggal lahir dan wafatnya. Hal ini supaya diketahui apakah sanad hadits tersambung atau terputus dengan para perawi sebelum maupun sesudanya. Jadi seorang perawi yang mengaku telah mendengar hadits dari  seorang perawi sebelumnya, maka tidak dapat ditolak periwayatannya, kecuali apabila perawi tersebut tidak dapat diketahui (majhul) tanggal lahiran dan wafatnya.

Sebagaimana dikatakan Sufyan as-Sauriy dalam kitab muqadimah ibnu salah (1973: 343), sebagai berikut:
                                                قا ل سفيا ن ا لثو ر ي: لما استعمل الر و ا ة ا لحذ ب ا ستعملنا لهم التا ر يخ
Dari sufyan as-sauriy berkata: ketika para perawi telah melakukan dusta, maka kami pun mempergunakan kajian sejarah untuk mereka
Didasarkan pada hipotesis Schacht dan kawan-kawan , bahwa isnad cenderung tumbuh kebelakang (backwards projection). Artinya, semakin kebelakang semakin sempurna dan panjang jalur  isnadnya, Schacht (1967: 163).Semakin kebawah suatu rantai periwayatan, jumlah periwayat semakin meningkat dandaerahnya semakin meluas hingga ke provinsi yang terpencac-pencar.
Sistem sanad atau isnad baru muncul pertama kali pada masa hidup Nabi saw, dan telah berkembang menjadi ilmu yang mapan pada akhir abad pertama hijriah (A’zami, 1985: 154).
Biasanya, para perawi dalam menginformasikan kepada teman-teman mereka, mereka mengunakan kalimat-kalimat seperti “Nabi saw telah melakukan ini dan ini.” (كا ن النبي صلي الله عليه وسلم...) atau “Nabi saw telah mengatakan begini dan begini.” (قا ل النبي صلي الله عليه وسلم...). sudah biasa juga bahwa siapa saja yang mendapatkan informasi pada tahab kedua, ketika melaporkan kejadian itu kepada orang ketiga, dan menyampaikan sumber-sumber informasinya dan memberikan cerita lengkap.
Suatu hal perlu diketahui adalah bahwa ualama tidak mempermasalahkan sanad hadits baik secara konsepsional maupun metodelogis. Sistem sanad dalam periwayatan hadits adalah sebuah ilmu,

C.     PERBEDAAN KANDUNGAN MATAN
Jika secara menyakinkan matan hidits bersumber kepada Nabi Muhammad saw, maka penelitian terhadap matan tidak diperlukan lagi, demikian juga sanad hadits. Kenyataannya, seluruh matan haditsyang sampai pada umat Islam saat ini berkaitan ert dengan sanad-nya, sedangkan keadaan sanad itu sendiri masih diperlukan penelitian secara cermat, oleh karena itu keadaan matan perlu dilakukan penelitian.
Perlunya keadaan matan hadits tidak hanya karena keadaan matan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sanad saja, tetapi juga karena dalam periwayatan matan hadits dikenal periwayatan secara maknawi (riwayah bi al-ma’na).
Beberapa rumusan yang dikemukakan ulama hadits sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang sigmifikan, sebab poin-poin yang dikemukakan oleh Adlabi misalnya, juga dapat merangkum poin-poin yang dikemukakan oleh al-Hasjim Abbas dan M. Syuhudi.
Oleh karena itu, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong ulama melakukan kegiatan penelitian matan hadits, yaitu :
1.      Munculnya pemalsuan hadits
2.      Terjadinya periwayatan secara makna
3.      Tedak berkorelasinya kesahihan sanad dengan kesahihan matan



BAB III
KESIMPULAN

Sanad dari segi  bahasa artinya  sandaran, tempat, bersandar, yang menjadi sandaran, sedangkan matan  dalam bahasa arab berarti tanah yang tinggi.
 Para ahli juga mengartikan  sanadsebagai pemberitaan jalan yang sampai pada matan. Para sahabat adalanya menerima hadits secara langsung dan ada pula melalui sahabat yang laindengan cara mendengar, mendikte atau melihat secaraa praktis
Untuk mengukur kualitas sebuah hadits maka biasanya akan di lontarkan pertanyaan-pertantaan seperti, kapan, dimana, dan siapa yang menemukan hadits tersebut, pertanyaan-pertanyaan tersebut  tertuju pada persoalan sanad hadits. Semakin bawah suatu rantai periwayatan semakin meningkat daerahnya
Rumusan yang dikemukakan oleh ulama hadist sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang sigmifikan.Selain itu ada beberapa faktor yang mendorong ulama melakukan kegiatan penelitian hadist.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah Iddris, 2012, Hadits-Hadits PREDIKTIF &TEKNIS, Semarang: PUSTAKA RIZKI PUTRA
Muhammad Syuhudi Ismail, 1995, KAEDAH KESAHIHAN SANAD HADIS, Jakarta: PT Bulan Bintang

Tidak ada komentar: