BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalamulloh yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad lewat perantara malaikat jibril sebagai
mukjizat. Al-qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan
dasar-dasar hukum yang mencangkup segala hal, baik akidah, ibadah, etika,
muamalah, dsb. Mempelajari isi Al-qur’an
akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan.
Al-Qur’an merupakan kitab yang
diturunkan sebagai wahyu dan pedoman hidup bagi manusia. Didalam kehidupan terdapat
wahyu, ilham, dan ta’lim sebagai petunjuk, arah, atau hidayah untuk manusia
menuju kearah yang lebih baik, agar dapat berkehidupan dengan baik untuk dunia
maupun akhirat.
Wahyu, ilham dan ta’lim merupakan
petunjuk atau arahan yang ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda,
tetapi memiliki maksud tujuan yang sama. Didalam pembahasan ini akan dijelaskan
mengenai wahyu, ilham, dan ta’lim lebih meluas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian dari wahyu, ilham, dan ta’lim?
2.
Apasajakah
macam-macam wahyu?
3.
Bagaimana
cara wahyu diturunkan?
4.
Bagaimanakah
perbedaan antara wahyu, ilham, dan ta’lim?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Wahyu, Ilham, dan Ta’lim
a.
Wahyu
Mengenai
ta’rif al-wahyu, para ahli tafsir, kalam dan ahli lughah berbeda pendapat.
Pendapat-pendapat itu apabila diringkaskan sarinya bahwa wahyu adalah yang
dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih mirip kepada
dirahasiakan daripada di zahirkan.
Wahyu menurut
ilmu bahasa ialah isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang
dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna surat dan tulisan, sebagaimana
bermakna pula segala yang kita sampaikan kepada orang lain untuk diketauhinya.
Di
dalam Al-Qur’an terdapat lafad wahyu dan lafad-lafad yang di ambil
(di-isytiqaq) dari padanya kira-kira 70 kali dan dipakai dengan beberapa arti,
seperti:
1)
Surat
Maryam ayat 11
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنْ المِحْرَابِ فَأَوْحَى
إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
Artinya:
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, maka ia mewahyukan ( memberi
isyarat kepada mereka supaya bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan pada waktu
petang ( Q.S. Maryam : 11 )
Di dalam surat Maryam ayat 11, menjelaskan wahyu dalam pengertian
berbicara dengan bahsa isyarat,[1]
2)
Surat
Al-An’am ayat 112
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا
فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Artinya:
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan
(memberi tahu dengan sembunyi) kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka
ada-adakan. ( Q.S. Al-An’am : 112 )
Di dalam surat Al-An’am ayat 112, menjelaskan wahyu dalam
pengertian inspirasi-inspirasi atau bisikan-bisikan kejahatan dari syetan.
3)
Surat
An-Nahl ayat 68
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ
بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Artinya:
Dan Tuhanmu mewahyukan ( meng-ilham-kan ) kepada lebah:
"Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia". ( Q.S. An-Nahl : 68 )
Di dalam surat An-Nahl ayat 68, menjelaskan wahyu dalam pengertian
ilham naluriyah kepada binatang.
4)
Surat
Al-Qashash ayat 7
وَأَوْحَيْنَا
إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي
الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ
وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Artinya:
Dan kami wahyukan ( kami ilhamkan ) kepada ibu Musa; "Susuilah
dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai
(Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang)
dari para rasul. ( Q.S. Al-Qashash : 7 )
Di dalam surat Al-Qashash ayat 7, menjelaskan wahyu dalam
pengertian ilham yang bersifat fitrah kepada manusia.
5)
Surat
Al-Maidah ayat 111
وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي
وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Aku wahyukan ( perintahkan ) kepada pengikut
Isa yang setia: "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku".
Mereka menjawab: "Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)". (
Q.S. Al-Maidah : 111 )
Di dalam surat Al-Maidah ayat 111, menjelaskan wahyu dalam
pengertian suatu perintah.
Wahyu menurut
istilah ialah sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah
kedalam dada Nabi-nabi-Nya sebagaimana dipergunakan juga untuk lafad Al-Qur’an.
Wahyu secara terminologi menurut Muhammad Abduh
adalah pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai
keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara atau
tidak ataupun melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara
sama sekali.[2]
b.
Ilham
Ilham dari sisi penyampaian, disamakan dengan wahyu yang
disampaikan lewat hati sanubari.
Ilham bagi filosofi disebut sebagai intuisi. Intuisi berhubungan
dengan tasawuf, ilham memainkan peranan yang sangat penting mendapatkan
pengetahuan. Satu-satunya jalan mengetahui realitas adalah melalui ilham. Sifat
yang kreatif hakiki dari alam.
Di dalam kamus Al-Muhith,
disebutkan: “Allah mengilhamkan padanya kebaikan, yaitu ia mengajarkannya
kepadanya.” Adapun pen-syarah kitab Al-Muhith yaitu Az-Zubaidi mengatakan: “Ilham
ialah apa-apa yang diletakkan dalam hati dalam bentuk yang melimpah dan khusus
dengan sesuatu yang datangnya dari Allah atau dari para Malaikat.” Dikatakan
pula: “Meletakkan sesuatu di dalam hati, yang karenanya hati menjadi tentram
dan hal itu dikhususkan oleh Allah bagi para hamba yang dikehendaki-Nya.”
Di dalam Lisanul Arab disebutkan:
“Ilham ialah bahwa Allah menanamkan di dalam jiwa seseorang sesuatu yang dapat
mendorongnya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan ia termasuk jenis
wahyu yang dengannya Allah mengkhususkan siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara
hamba-hamba-Nya.”
c. Ta’lim
Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengertian Ta’lim,
diantaranya:
1) Ta’lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering
sehingga muta’allim dapat mempersiapkan
maknanya dan berbekas pada dirinya.
2)
Ta’lim rabbani adalah penyampaian
sesuatu melalui wahyu atau ilham dengan cara; Allah mendapati jiwa seseorang
dan memandangnya dengan pandangan ilahi.
Allah adalah sebagai guru (mu’allim) dan jiwa sebagai murid (muta’allim).
Ilmu diberikan langsung kepadanya tanpa belajar dan berfikir.
3)
Ta’lim adalah kegiatan yang
dilakukan oleh mu’allim dan muta’allim yang menuntut adanya
adab-adab tertentu, bersahabat, dan bertahap.
4)
Penyampaian materi di dalam ta’lim diiringi dengan penjelasan
sehingga muta’allim menjadi tahu dari asalnya yang tidak tahu dan
menjadi paham dari asalnya tidak paham.
5)
Ta’lim berttujuan agar ilmu yang
disampaikan bermanfa’at, melahirkan amal shalih, memberi petunjuk ke jalan
kebahhagiaan dunia akhirat untuk mencapai ridha Allah SWT.
2.
Macam-macam Wahyu
Diterimanya wahyu oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan peristiwa yang
sangat besar, turunnya merupakan peristiwa yang tidak disangka-sangka.
Begitulah Allah memberikan titahNya kepada manusia terpilih yaitu Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Muthalib.
Ada bermacam-macam wahyu syar’I, dan yang terpenting ialah
sebagaimana berikut:
a.
Taklimullah ( Allah SWT langsung ) kepada NabiNya dari belakang hijab. Dia
sampaikan baik dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur.
b.
Allah
SWT menyampaikan risalahNya melalui perantaraan Jibril.
c.
Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun ia tidak terlihat
Allah
SWT berfirman:
وَمَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ
عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak ada bagi seorang manusia
pun bahwa Allah berkata-kata denganya kecuali dengan perantara wahyu atau di
belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seijin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(QS. Asy-Syuura: 52
Firman
Allah swt tersebut di atas telah memberikan keterangan ragam penyampaian wahyu
oleh Allah swt kepada para nabi dan rasul-Nya, sebagai berikut:[3]
a.
Wahyu tanpa perantara (illa wahyan)
Contoh
: Yang dialami oleh nabi Ibrahim as berupa mimpi untuk menyembelih putranya
nabi Ismail as. Juga yang pernah dialami nabi Muhammad saw ketika isra’ wal
mijraj.
b.
Wahyu yang diperdengarkan (aw min waraai hijab)
Contoh
: Yang pernah dialami oleh nabi Musa as di bukit Thursina.
c.
Wahyu yang berperantara (aw yursila rasuulan fayuuhiya bi
idznihii maa yasya
Contoh
: Yang pernah dialami nabi Muhammad saw di Gua Hira.
3.
Cara Turunnya Wahyu
a.
Melalui
mimpi, Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah
mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi
itu datang bagaikan terangnya pagi hari.”,
b.
Dihembuskan
kedalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan. Mujahid dan kebanyakan ahli
tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wahyu dalam Q.S. Asy-Syura ayat 1
ialah Tuhan memasukkan wahyu yang dimaksudkan ke dalam jiwa Nabi,
c.
Gerincingan
lonceng yang sangat keras. Martabat inilah yang paling berat diterima Nabi,
Karena keadaan yang demikian menuntut ketinggian rohani dari Rasulullah yang
seimbang dengan tingkat kerohanian malaikat,[4]
d.
Malaikat
menyerupakan dirinya sebagai seorang lelaki. Jibril pernah datang kepada Nabi
dalam rupa Dihyah ibn Khalifah, seorang lelaki yang sangat elok rupanya,
e.
Jibril
memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang mempunyai enam
ratus sayap
f.
Allah
berbicara dengan Nabi dari belakang hijab, baik Nabi dalam keadaan sadar ( jaga
) seperti dimalam Isra’ ataupun dalam tidur, seperti yang diriwayatkan oleh
At-Turmudzy dari hadits Mu’adz
g.
Israfil
turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu
Al-Qur’an.
4.
Perbedaan Wahyu, Ilham, dan Ta’lim
a.
Perbedaan Wahyu dan Ilham
Sebagian ulama berkata bahwa ilham adalah menuangkan suatu
pengetahuan ke dalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya
dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah
agama. Biasanya ilham diperoleh secara kasyaf dan kadang-kadang tidak melalui
perantara malaikat, menurut cara yang telah ditentukan yang dipergunakan Tuhan
beserta tiap-tiap maujud.[5] Yang
demikian itu, terkadang diperoleh dengan tidak memakai perantara malaikat menurut
cara yang tertentu yang Allah pergunakan beserta tiap-tiap maujud.
Sedangkan
wahyu, diperoleh dengan perantaraan malaikat. Karena itu tidak dinamai
hadits-hadits Qudsy dengann wahyu, meskipun itu adalah Kalamullah
juga.
Perbedaan-perbedaan
wahyu dan ilham:
1)
Ilham diperoleh
secara kasyaf maknawi, dengan kata lain diperoleh tanpa melalui perantara
apapun tanpa terkecuali, sedangkan
wahyu diperoleh secara syuhudi (persaksian) atau melalui perantara malaikat,
2)
Ilham diperuntukan
kepada makhluk umum dan tidak dibebankan untuk menyampaikannya kepada umat.
Sedangkan wahyu diturunkan khusus untuk Nabi dan disyaratkan untuk
menyampaikannya kepada umat,
3)
Wahyu merupakan “khawaashun
nubuwwah”. Artinya ia khusus diterima manusia pilihan Allah SWT untuk
mengemban tugas kenabian atau kerasulan. Wahyu tidak diberikan kepada manusia
biasa, sekalipun pada waktu itu kenabian belum ditutup. Hanya orang-orang
pilihan yang menerimanya sebagai amanat yang wajib disampaikan kepada segenap
umatnya.
4)
Ilham dapat
diterima oleh siapapun, selain Nabi atau Rasul, baik pada waktu pintu kenabian
belum tertutup maupun setelahnya. Ilham akan selalu dilimpahkan Tuhan pada
manusia yang Ia kehendaki, baik manusia menghendaki atau tidak. Ilham biasanya
mengenai hal-hal yang bernilai baik, misalnya petunjuk, jalan keluar dari
kesulitan dsb; yang dapat pula menyangkut hal-hal sebaliknya, misalnya “istidraaj”
dan lain sebagainya.
5)
Pintu turun wahyu
sudah tertutup, bersamaan waktunya sejak tugas kenabian yang diemban oleh Nabi
Muhammad SAW berakhir. Sejak itu tidak ada lagi Nabi diutus Tuhan, karena untuk
kemaslahatann hidup manusia telah ada petunujukNya, yaitu Al-Qur’an, yang akan
berlaku sepanjang zaman keberlakuan Al-Qur’an sepanjang zaman merupakan bukti
tidak berlakunya wahyu yang baru.
6)
Ilham, pintunya
masih senantiasa terbuka selama masih ada manusia sampai hari akhir. Manusia
boleh berharap untuk dilimpahi ilham melalui media taqorub pada Allah SWT[6]
b.
Perbedaan
Ilham dan Ta’lim
1)
Ta’lim (memberi
pelajaran) bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan,
2)
Ilham tidak
disandarkan dan tidak pula bersandar kepada pengetahuan yang hasil dari
menyelami dalil-dalil agama, tetapi merupakan goresan-goresan hati yang
diciptakan Allah dalam jiwa orang yang berakal lalu ia sadar dan memahamkan
maksud dengan mudah,[7]
3)
kesan batin yang
timbul dalam jiwa melalui jalan ta’lim, tidak terlepas dari usaha-usaha yang
dilakukan seseorang dalam proses ta’lim itu sendiri,
4)
kesan batin yang
diperoleh melalui jalan ilham tercipta oleh sebab anugrah Allah SWT yang
diterima seseorang, baik ia mengusahakannya atau tidak untuk memperoleh ilham
itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wahyu ialah sebutan bagi sesuatu
yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya
sebagaimana dipergunakan juga untuk lafad Al-Qur’an. Ilham ialah sesuatu yang Allah
tanamkan di dalam jiwa seseorang sesuatu yang dapat mendorongnya untuk
melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan ia termasuk jenis wahyu yang dengannya
Allah mengkhususkan siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Ta’lim merupakan proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering sehingga
muta’allim dapat mempersiapkan
maknanya dan berbekas pada dirinya.
Macam-macam wahyu diantaranya, Wahyu tanpa perantara (illa wahyan), wahyu yang
diperdengarkan (aw min waraai hijab), wahyu yang berperantara (aw
yursila rasuulan fayuuhiya bi idznihii maa yasya).
Turunnya
wahyu dilalui dengan berbagai cara yaitu, melalui
mimpi, dihembuskan kedalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan, gerincingan
lonceng yang sangat keras, malaikat menyerupakan dirinya sebagai seorang
lelaki, Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang
mempunyai enam ratus sayap, Allah berbicara dengan Nabi dari belakang hijab, Israfil
turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu
Al-Qur’an.
Ilham adalah menuangkan suatu
pengetahuan ke dalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya
dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah
agama. Wahyu, diperoleh dengan perantaraan malaikat. Karena itu tidak dinamai
hadits-hadits Qudsy dengann wahyu, meskipun itu adalah Kalamullah
juga. Sedangkan Ta’lim (memberi pelajaran) bersandar kepada pengetahuan
dan penyelidikan.
[1] Abdul Wahid
Ramli, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 69
[3] Miftahul
Luthfi Muhammad, Indahnya Perbedaan, (Surabaya: Duta Ikhwaana Salama,
2003), hlm. 63
[4] Abdul Halim M,
Memahami Al-Qur’an, ( Bandung: Marja’, 1999), hlm. 120
[5] Hasbi
Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2014), hlm. 12
[6] Rif’at Sauqi
Nawawi M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang,
1992), hlm. 13-17
[7] Hasbi
Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2014), hlm. 13
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2014,
Halim, Abdul, Memahami Al-Qur’an, Bandung: Marja’, 1999,
Muhammad, Miftahul Luthfi, Indahnya Perbedaan, Surabaya:
Duta Ikhwaana Salama, 2003,
Nawawi, Rif’at Sauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,
Jakarta : Bulan Bintang, 1992,
Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu
Quran, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013,
Ramli, Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar