Minggu, 04 Juni 2017

ULUMUL QUR'AN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalamulloh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lewat perantara malaikat jibril sebagai mukjizat. Al-qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencangkup segala hal, baik akidah, ibadah, etika, muamalah, dsb. Mempelajari isi Al-qur’an  akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan.
Al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan sebagai wahyu dan pedoman hidup bagi manusia. Didalam kehidupan terdapat wahyu, ilham, dan ta’lim sebagai petunjuk, arah, atau hidayah untuk manusia menuju kearah yang lebih baik, agar dapat berkehidupan dengan baik untuk dunia maupun akhirat.
Wahyu, ilham dan ta’lim merupakan petunjuk atau arahan yang ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda, tetapi memiliki maksud tujuan yang sama. Didalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai wahyu, ilham, dan ta’lim lebih meluas.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari wahyu, ilham, dan ta’lim?
2.      Apasajakah macam-macam wahyu?
3.      Bagaimana cara wahyu diturunkan?
4.      Bagaimanakah perbedaan antara wahyu, ilham, dan ta’lim?



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Wahyu, Ilham, dan Ta’lim
a.      Wahyu
Mengenai ta’rif al-wahyu, para ahli tafsir, kalam dan ahli lughah berbeda pendapat. Pendapat-pendapat itu apabila diringkaskan sarinya bahwa wahyu adalah yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada di zahirkan.
Wahyu menurut ilmu bahasa ialah isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna surat dan tulisan, sebagaimana bermakna pula segala yang kita sampaikan kepada orang lain untuk diketauhinya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat lafad wahyu dan lafad-lafad yang di ambil (di-isytiqaq) dari padanya kira-kira 70 kali dan dipakai dengan beberapa arti, seperti:
1)      Surat Maryam ayat 11
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنْ المِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
Artinya:
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, maka ia mewahyukan ( memberi isyarat kepada mereka supaya bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan pada waktu petang ( Q.S. Maryam : 11 )
Di dalam surat Maryam ayat 11, menjelaskan wahyu dalam pengertian berbicara dengan bahsa isyarat,[1]

2)      Surat Al-An’am ayat 112
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Artinya:
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan (memberi tahu dengan sembunyi) kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. ( Q.S. Al-An’am : 112 )
Di dalam surat Al-An’am ayat 112, menjelaskan wahyu dalam pengertian inspirasi-inspirasi atau bisikan-bisikan kejahatan dari syetan.

3)      Surat An-Nahl ayat 68
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Artinya:
Dan Tuhanmu mewahyukan ( meng-ilham-kan ) kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". ( Q.S. An-Nahl : 68 )
Di dalam surat An-Nahl ayat 68, menjelaskan wahyu dalam pengertian ilham naluriyah kepada binatang.

4)      Surat Al-Qashash ayat 7
وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Artinya:
Dan kami wahyukan ( kami ilhamkan ) kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. ( Q.S. Al-Qashash : 7 )
Di dalam surat Al-Qashash ayat 7, menjelaskan wahyu dalam pengertian ilham yang bersifat fitrah kepada manusia.

5)      Surat Al-Maidah ayat 111
وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Aku wahyukan ( perintahkan ) kepada pengikut Isa yang setia: "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". Mereka menjawab: "Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)". ( Q.S. Al-Maidah : 111 )
Di dalam surat Al-Maidah ayat 111, menjelaskan wahyu dalam pengertian suatu perintah.
Wahyu menurut istilah ialah sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya sebagaimana dipergunakan juga untuk lafad Al-Qur’an.
Wahyu secara terminologi menurut Muhammad Abduh adalah pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara atau tidak ataupun melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali.[2]
b.      Ilham
Ilham dari sisi penyampaian, disamakan dengan wahyu yang disampaikan lewat hati sanubari.
Ilham bagi filosofi disebut sebagai intuisi. Intuisi berhubungan dengan tasawuf, ilham memainkan peranan yang sangat penting mendapatkan pengetahuan. Satu-satunya jalan mengetahui realitas adalah melalui ilham. Sifat yang kreatif hakiki dari alam.
Di dalam kamus Al-Muhith, disebutkan: “Allah mengilhamkan padanya kebaikan, yaitu ia mengajarkannya kepadanya.” Adapun pen-syarah kitab Al-Muhith yaitu Az-Zubaidi mengatakan: “Ilham ialah apa-apa yang diletakkan dalam hati dalam bentuk yang melimpah dan khusus dengan sesuatu yang datangnya dari Allah atau dari para Malaikat.” Dikatakan pula: “Meletakkan sesuatu di dalam hati, yang karenanya hati menjadi tentram dan hal itu dikhususkan oleh Allah bagi para hamba yang dikehendaki-Nya.”
Di dalam Lisanul Arab disebutkan: “Ilham ialah bahwa Allah menanamkan di dalam jiwa seseorang sesuatu yang dapat mendorongnya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan ia termasuk jenis wahyu yang dengannya Allah mengkhususkan siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya.”

c.       Ta’lim
Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengertian Ta’lim, diantaranya:
1)      Ta’lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering sehingga muta’allim dapat mempersiapkan maknanya dan berbekas pada dirinya.
2)      Ta’lim rabbani adalah penyampaian sesuatu melalui wahyu atau ilham dengan cara; Allah mendapati jiwa seseorang dan memandangnya dengan  pandangan ilahi. Allah adalah sebagai guru (mu’allim) dan jiwa sebagai murid (muta’allim). Ilmu diberikan langsung kepadanya tanpa belajar dan berfikir.
3)      Ta’lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh mu’allim dan muta’allim yang menuntut adanya adab-adab tertentu, bersahabat, dan bertahap.
4)      Penyampaian materi di dalam ta’lim diiringi dengan penjelasan sehingga muta’allim menjadi tahu dari asalnya yang tidak tahu dan menjadi paham dari asalnya tidak paham.
5)      Ta’lim berttujuan agar ilmu yang disampaikan bermanfa’at, melahirkan amal shalih, memberi petunjuk ke jalan kebahhagiaan dunia akhirat untuk mencapai ridha Allah SWT.

2.      Macam-macam Wahyu
Diterimanya wahyu oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan peristiwa yang sangat besar, turunnya merupakan peristiwa yang tidak disangka-sangka. Begitulah Allah memberikan titahNya kepada manusia terpilih yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.
Ada bermacam-macam wahyu syar’I, dan yang terpenting ialah sebagaimana berikut:
a.       Taklimullah ( Allah SWT langsung ) kepada NabiNya dari belakang hijab. Dia sampaikan baik dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur.
b.      Allah SWT menyampaikan risalahNya melalui perantaraan Jibril.
c.       Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak terlihat

Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata denganya kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seijin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(QS. Asy-Syuura: 52
Firman Allah swt tersebut di atas telah memberikan keterangan ragam penyampaian wahyu oleh Allah swt kepada para nabi dan rasul-Nya, sebagai berikut:[3]
a.       Wahyu tanpa perantara (illa wahyan)
Contoh : Yang dialami oleh nabi Ibrahim as berupa mimpi untuk menyembelih putranya nabi Ismail as. Juga yang pernah dialami nabi Muhammad saw ketika isra’ wal mijraj.
b.      Wahyu yang diperdengarkan (aw min waraai hijab)
Contoh : Yang pernah dialami oleh nabi Musa as di bukit Thursina.
c.       Wahyu yang berperantara (aw yursila rasuulan fayuuhiya bi idznihii maa yasya
Contoh : Yang pernah dialami nabi Muhammad saw di Gua Hira.


3.      Cara Turunnya Wahyu
a.       Melalui mimpi, Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari.”,
b.      Dihembuskan kedalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan. Mujahid dan kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wahyu dalam Q.S. Asy-Syura ayat 1 ialah Tuhan memasukkan wahyu yang dimaksudkan ke dalam jiwa Nabi,
c.       Gerincingan lonceng yang sangat keras. Martabat inilah yang paling berat diterima Nabi, Karena keadaan yang demikian menuntut ketinggian rohani dari Rasulullah yang seimbang dengan tingkat kerohanian malaikat,[4]
d.      Malaikat menyerupakan dirinya sebagai seorang lelaki. Jibril pernah datang kepada Nabi dalam rupa Dihyah ibn Khalifah, seorang lelaki yang sangat elok rupanya,
e.       Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang mempunyai enam ratus sayap
f.       Allah berbicara dengan Nabi dari belakang hijab, baik Nabi dalam keadaan sadar ( jaga ) seperti dimalam Isra’ ataupun dalam tidur, seperti yang diriwayatkan oleh At-Turmudzy dari hadits Mu’adz
g.      Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an.

4.      Perbedaan Wahyu, Ilham, dan Ta’lim
a.      Perbedaan Wahyu dan Ilham
Sebagian ulama berkata bahwa ilham adalah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama. Biasanya ilham diperoleh secara kasyaf dan kadang-kadang tidak melalui perantara malaikat, menurut cara yang telah ditentukan yang dipergunakan Tuhan beserta tiap-tiap maujud.[5] Yang demikian itu, terkadang diperoleh dengan tidak memakai perantara malaikat menurut cara yang tertentu yang Allah pergunakan beserta tiap-tiap maujud.
Sedangkan wahyu, diperoleh dengan perantaraan malaikat. Karena itu tidak dinamai hadits-hadits Qudsy dengann wahyu, meskipun itu adalah Kalamullah juga.
Perbedaan-perbedaan wahyu dan ilham:
1)      Ilham diperoleh secara kasyaf maknawi, dengan kata lain diperoleh tanpa melalui perantara apapun tanpa terkecuali, sedangkan wahyu diperoleh secara syuhudi (persaksian) atau melalui perantara malaikat,
2)      Ilham diperuntukan kepada makhluk umum dan tidak dibebankan untuk menyampaikannya kepada umat. Sedangkan wahyu diturunkan khusus untuk Nabi dan disyaratkan untuk menyampaikannya kepada umat,
3)      Wahyu merupakan “khawaashun nubuwwah”. Artinya ia khusus diterima manusia pilihan Allah SWT untuk mengemban tugas kenabian atau kerasulan. Wahyu tidak diberikan kepada manusia biasa, sekalipun pada waktu itu kenabian belum ditutup. Hanya orang-orang pilihan yang menerimanya sebagai amanat yang wajib disampaikan kepada segenap umatnya.
4)      Ilham dapat diterima oleh siapapun, selain Nabi atau Rasul, baik pada waktu pintu kenabian belum tertutup maupun setelahnya. Ilham akan selalu dilimpahkan Tuhan pada manusia yang Ia kehendaki, baik manusia menghendaki atau tidak. Ilham biasanya mengenai hal-hal yang bernilai baik, misalnya petunjuk, jalan keluar dari kesulitan dsb; yang dapat pula menyangkut hal-hal sebaliknya, misalnya “istidraaj” dan lain sebagainya.
5)      Pintu turun wahyu sudah tertutup, bersamaan waktunya sejak tugas kenabian yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW berakhir. Sejak itu tidak ada lagi Nabi diutus Tuhan, karena untuk kemaslahatann hidup manusia telah ada petunujukNya, yaitu Al-Qur’an, yang akan berlaku sepanjang zaman keberlakuan Al-Qur’an sepanjang zaman merupakan bukti tidak berlakunya wahyu yang baru.
6)      Ilham, pintunya masih senantiasa terbuka selama masih ada manusia sampai hari akhir. Manusia boleh berharap untuk dilimpahi ilham melalui media taqorub pada Allah SWT[6]

b.      Perbedaan Ilham dan Ta’lim
1)      Ta’lim (memberi pelajaran) bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan,
2)      Ilham tidak disandarkan dan tidak pula bersandar kepada pengetahuan yang hasil dari menyelami dalil-dalil agama, tetapi merupakan goresan-goresan hati yang diciptakan Allah dalam jiwa orang yang berakal lalu ia sadar dan memahamkan maksud dengan mudah,[7]
3)    kesan batin yang timbul dalam jiwa melalui jalan ta’lim, tidak terlepas dari usaha-usaha yang dilakukan seseorang dalam proses ta’lim itu sendiri,
4)      kesan batin yang diperoleh melalui jalan ilham tercipta oleh sebab anugrah Allah SWT yang diterima seseorang, baik ia mengusahakannya atau tidak untuk memperoleh ilham itu.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wahyu ialah sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya sebagaimana dipergunakan juga untuk lafad Al-Qur’an. Ilham ialah sesuatu yang Allah tanamkan di dalam jiwa seseorang sesuatu yang dapat mendorongnya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan ia termasuk jenis wahyu yang dengannya Allah mengkhususkan siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Ta’lim merupakan proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering sehingga muta’allim dapat mempersiapkan maknanya dan berbekas pada dirinya.
Macam-macam wahyu diantaranya, Wahyu tanpa perantara (illa wahyan), wahyu yang diperdengarkan (aw min waraai hijab), wahyu yang berperantara (aw yursila rasuulan fayuuhiya bi idznihii maa yasya).
Turunnya wahyu dilalui dengan berbagai cara yaitu, melalui mimpi, dihembuskan kedalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan, gerincingan lonceng yang sangat keras, malaikat menyerupakan dirinya sebagai seorang lelaki, Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang mempunyai enam ratus sayap, Allah berbicara dengan Nabi dari belakang hijab, Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an.
Ilham adalah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama. Wahyu, diperoleh dengan perantaraan malaikat. Karena itu tidak dinamai hadits-hadits Qudsy dengann wahyu, meskipun itu adalah Kalamullah juga. Sedangkan Ta’lim (memberi pelajaran) bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan.



[1] Abdul Wahid Ramli, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 69
[2] Manna’ Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), hlm. 32
[3] Miftahul Luthfi Muhammad, Indahnya Perbedaan, (Surabaya: Duta Ikhwaana Salama, 2003), hlm. 63
[4] Abdul Halim M, Memahami Al-Qur’an, ( Bandung: Marja’, 1999), hlm. 120
[5] Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2014), hlm. 12
[6] Rif’at Sauqi Nawawi M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), hlm. 13-17
[7] Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2014), hlm. 13

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2014,
Halim, Abdul, Memahami Al-Qur’an, Bandung: Marja’, 1999,
Muhammad, Miftahul Luthfi, Indahnya Perbedaan, Surabaya: Duta Ikhwaana Salama, 2003,
Nawawi, Rif’at Sauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang, 1992,
Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Quran, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013,
Ramli, Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.


Tidak ada komentar: